Pemantauan emisi CO2 yang andal dan akurat merupakan landasan strategi mitigasi perubahan iklim yang efektif. Sementara metode tradisional sebagian besar bergantung pada pengukuran berbasis darat dan inventarisasi dari bawah ke atas, pendekatan ini sering kali membutuhkan banyak sumber daya dan rentan terhadap kesalahan. Teknologi satelit telah muncul sebagai alternatif yang menjanjikan, tetapi tantangannya tetap ada dalam membedakan emisi antropogenik dari proses alami. Umur CO2 atmosfer yang panjang menyulitkan untuk menentukan sumber emisi lokal dan melacak perubahan dari waktu ke waktu. Selain itu, emisi alami dan konsentrasi latar belakang dapat mengaburkan sinyal dari aktivitas manusia. Untuk mengatasi rintangan ini, diperlukan teknik pemantauan baru yang lebih canggih.
Pada tanggal 18 Oktober 2024, tim dari Universitas Tsinghua menerbitkan tinjauan (DOI: 10.1007/s11783-025-1922-x) di Frontiers of Environmental Science & Engineering, yang menyajikan metode baru untuk memantau emisi CO2 bahan bakar fosil dengan memanfaatkan pengamatan satelit terhadap NO2. Metode ini menawarkan solusi yang lebih andal dan terukur untuk melacak emisi, dari sumber lokal seperti pembangkit listrik hingga tingkat nasional yang lebih luas.
Tinjauan ini memperkenalkan dua metodologi utama untuk menggunakan NO2 sebagai proksi emisi CO2, memanfaatkan waktu hidup atmosfernya yang lebih pendek dan kemampuan deteksi yang ditingkatkan. Metode pertama, pendekatan berbasis gumpalan, menggunakan pengamatan NO2 untuk menemukan dan memvalidasi gumpalan CO2, menyediakan cara yang tepat untuk mengidentifikasi emisi dari sumber titik seperti pembangkit listrik dan fasilitas industri. Dengan melacak pergerakan gumpalan NO2, peneliti dapat lebih akurat menentukan asal dan besarnya emisi CO2. Metode ini sangat berguna di lingkungan perkotaan dengan berbagai sumber emisi, karena memungkinkan diferensiasi emisi dari berbagai fasilitas.
Metode kedua, pendekatan berbasis rasio emisi, melibatkan estimasi emisi NOx dari data NO2 dan mengubah estimasi ini menjadi emisi CO2 menggunakan rasio emisi CO2 terhadap NOx yang diketahui. Teknik ini sangat efektif untuk skala spasial yang lebih besar, seperti penilaian nasional atau regional, di mana observasi CO2 langsung mungkin terganggu oleh konsentrasi latar belakang yang tinggi. Dengan menggabungkan rasio emisi, metode ini memperhitungkan variasi jenis bahan bakar dan proses pembakaran, sehingga menghasilkan estimasi emisi CO2 yang lebih andal. Studi ini juga membahas ketidakpastian yang melekat dalam metode ini, termasuk ketidakpastian struktural dalam hubungan antara NO2 dan emisi, serta tantangan terkait data seperti kesalahan pengambilan dan keakuratan inventaris emisi sebelumnya. Untuk mengurangi ketidakpastian ini, para peneliti merekomendasikan penyebaran satelit generasi berikutnya dengan kemampuan yang ditingkatkan dan pengembangan sistem inversi yang lebih canggih.
Dr. Bo Zheng, seorang profesor madya di Universitas Tsinghua dan penulis utama studi ini, berkomentar, “Penelitian ini menandai lompatan maju yang signifikan dalam kemampuan kita untuk memantau dan memverifikasi emisi CO2. Dengan memanfaatkan NO2 sebagai proksi, kita dapat mencapai akurasi dan keandalan yang jauh lebih tinggi dalam estimasi emisi, yang sangat penting untuk menerapkan kebijakan iklim yang efektif.”
Temuan studi ini memiliki implikasi yang luas bagi kebijakan iklim global dan pengelolaan lingkungan. Pemantauan emisi yang akurat sangat penting bagi negara-negara untuk menilai kemajuan mereka dalam memenuhi komitmen iklim mereka berdasarkan Perjanjian Paris. Teknologi baru ini dapat mendukung pengembangan strategi mitigasi yang lebih terarah dan efektif, memperkuat upaya internasional untuk memerangi perubahan iklim. Selain itu, teknologi ini menyediakan alat yang berharga bagi para peneliti dan pembuat kebijakan untuk memahami dinamika emisi CO2 dan konsekuensi lingkungannya, serta membuka jalan bagi pengambilan keputusan yang lebih terinformasi dalam aksi iklim.