Danau berfungsi sebagai sumber daya air tawar yang vital, menyediakan air minum, mendukung perikanan, dan menopang ekonomi lokal. Namun, lebih dari separuh danau di dunia terdampak oleh eutrofikasi—penumpukan nutrisi berlebihan yang memicu mekarnya alga berbahaya, menurunkan kualitas air, dan mengancam ekosistem perairan. Meskipun teknik penginderaan jauh tradisional telah lama digunakan untuk memantau kondisi ini, teknik tersebut sering kali hanya berfokus pada konsentrasi alga permukaan, dan mengabaikan distribusi vertikal alga di seluruh kolom air. Keterbatasan ini mencegah pemahaman lengkap tentang biomassa alga, yang mengakibatkan penilaian kesehatan danau yang tidak lengkap. Mengingat tantangan ini, kebutuhan akan pendekatan yang lebih tepat dan komprehensif untuk memantau biomassa alga menjadi jelas.
Pada tanggal 4 Februari 2025, tim peneliti dari Institut Geografi dan Limnologi Nanjing, Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok, menerbitkan sebuah studi inovatif (DOI: 10.34133/remotesensing.0436) di Journal of Remote Sensing, yang memperkenalkan algoritma baru yang dirancang untuk meningkatkan pemantauan biomassa alga danau. Metode ini mengatasi keterbatasan teknik penginderaan jauh konvensional dengan menyediakan alat yang lebih akurat untuk pengelolaan ekologi danau dan pengendalian eutrofikasi.
Para peneliti mengembangkan kerangka kerja tiga langkah baru untuk memperkirakan biomassa alga dengan lebih tepat. Prosesnya dimulai dengan inversi konsentrasi klorofil a (Chla) permukaan, diikuti dengan memperkirakan koefisien atenuasi difus radiasi aktif fotosintesis [Kd(PAR)]. Akhirnya, model aditif umum (GAM) digunakan untuk memperkirakan biomassa alga terintegrasi kolom (CAB) berdasarkan langkah-langkah awal ini. Metode ini divalidasi menggunakan data dari tiga danau utama di Tiongkok—Taihu, Chaohu, dan Hongze—dan menunjukkan hasil yang mengesankan. Nilai root mean square error (RMSE) secara signifikan lebih rendah daripada metode yang ada, dengan RMSE masing-masing sebesar 8,21, 3,90, dan 5,09 mg/m² untuk danau Taihu, Chaohu, dan Hongze. Lebih jauh, penelitian ini mengungkap bahwa puncak total biomassa alga (Btot) tidak selalu selaras dengan puncak Chla permukaan, yang menekankan pentingnya mempertimbangkan seluruh kolom air untuk penilaian yang akurat.
Untuk mencapai hasil ini, tim melakukan kampanye pengambilan sampel lapangan yang ekstensif dan analisis laboratorium untuk mengukur konsentrasi Chla di berbagai kedalaman. Mereka juga menggunakan data satelit berkualitas tinggi dari Ocean and Land Colour Instrument (OLCI) untuk mengembangkan dan memvalidasi algoritme mereka. Dengan menggabungkan kumpulan data ini, para peneliti menghasilkan peta terperinci tentang distribusi biomassa alga dan mengidentifikasi tren dari waktu ke waktu. Pendekatan komprehensif ini tidak hanya meningkatkan keakuratan estimasi biomassa alga tetapi juga memberikan wawasan penting tentang dinamika ledakan alga, yang membuka jalan bagi strategi pengelolaan danau yang lebih efektif.
“Penelitian ini menawarkan metode yang lebih akurat untuk memantau biomassa alga danau dan mengungkap perubahan dinamis dalam biomassa alga di seluruh kolom air,” kata peneliti utama. “Ini penting untuk pengelolaan ekologi danau dan pengendalian eutrofikasi. Ke depannya, kami berencana untuk lebih menyempurnakan algoritme dan menerapkannya ke lebih banyak danau di seluruh dunia, yang berkontribusi pada pemantauan ekologi danau global.”
Kerja lapangan tim peneliti di danau Taihu, Chaohu, dan Hongze mencakup pengukuran konsentrasi Chla pada berbagai kedalaman, yang dikombinasikan dengan data penginderaan jauh berbasis satelit dari OLCI untuk inversi. Dengan mengintegrasikan data lapangan dan data satelit, tim berhasil mengembangkan algoritma estimasi biomassa alga terintegrasi kolom menggunakan model aditif umum, yang mengatasi keterbatasan metode tradisional.
Keberhasilan teknologi ini menawarkan peluang baru untuk pemantauan ekologi danau. Dengan pengoptimalan lebih lanjut, algoritma ini siap untuk aplikasi global, membantu negara-negara memantau dan mengelola ekosistem danau mereka dengan lebih baik. Seiring terus berkembangnya teknologi penginderaan jauh, algoritma ini dapat diintegrasikan dengan teknik pemantauan ekologi lainnya, yang memberikan dukungan yang lebih komprehensif untuk perlindungan sumber daya air global dan tata kelola ekologi.